Bisnisdigital.umsida.ac.id – Inovasi produk di era digital tidak lagi cukup hanya mengandalkan ide kreatif. Dibutuhkan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan pengguna dan kemampuan untuk beradaptasi secara cepat.
Hal ini diungkap dalam buku “Design Thinking for Business” karya Istian Kriya Almanfaluti, SKom MKom, dosen Program Studi Bisnis Digital Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Buku ini menyoroti pentingnya empati dan rapid prototyping sebagai dua pilar utama dalam design thinking yang mampu membantu bisnis menciptakan produk yang relevan dengan kebutuhan pelanggan.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan peluang keberhasilan produk baru, tetapi juga mengurangi risiko kegagalan di pasar yang kompetitif.
“Empati adalah fondasi dari setiap inovasi yang bermakna. Sebelum menciptakan produk, perusahaan harus terlebih dahulu memahami emosi, kebiasaan, dan tantangan yang dihadapi pengguna,” ujarnya.
Baca juga: Micro-Influencer dan Kekuatan Keaslian di Tengah Krisis Kepercayaan Digital
Empati Sebagai Titik Awal Inovasi
Dalam dunia bisnis modern, empati menjadi langkah pertama yang menentukan arah pengembangan produk.

Melalui observasi dan wawancara mendalam, pelaku bisnis dapat memahami kebutuhan yang tidak terucap dari pelanggan.
Dalam buku ini, Istian menjelaskan bahwa banyak kegagalan produk disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap pengalaman pengguna.
Dengan menerapkan empati, perusahaan dapat merancang solusi yang benar-benar menyentuh sisi emosional dan fungsional pelanggan.
“Perusahaan yang mampu berempati akan lebih mudah menemukan solusi yang tidak hanya menjawab kebutuhan pasar, tetapi juga menciptakan keterikatan emosional dengan pelanggan,” tutur Istian.
Pendekatan ini tidak hanya penting bagi perusahaan besar, tetapi juga relevan bagi startup dan UMKM yang ingin menumbuhkan loyalitas pelanggan melalui pengalaman yang lebih manusiawi dan personal.
Lihat juga: Mahasiswa Ikom Umsida Wujudkan Video Profil Admisi Melalui Penerapan Ilmu Videografi
Prototyping Cepat untuk Menguji dan Mengembangkan Produk
Selain empati, buku ini juga menekankan pentingnya rapid prototyping sebagai metode untuk menguji ide secara cepat dan efisien.
Proses ini memungkinkan tim bisnis untuk membuat model awal produk, mengujinya langsung kepada pengguna, dan melakukan perbaikan berdasarkan umpan balik nyata.
Pendekatan ini mendorong perusahaan untuk berpikir adaptif dan berani melakukan eksperimen.
Dalam konteks bisnis digital, prototyping membantu mempercepat validasi ide, menekan biaya pengembangan, dan memperpendek waktu menuju pasar (time to market).
Menurut Istian, “Prototyping bukan sekadar membuat versi awal produk, tetapi cara belajar langsung dari pengguna. Dari situ, perusahaan bisa memahami apa yang benar-benar diinginkan pasar.”
Inovasi Berbasis Manusia untuk Bisnis Berkelanjutan
Gabungan antara empati dan rapid prototyping menciptakan pendekatan inovasi yang berpusat pada manusia (human-centered innovation).
Dengan menempatkan pelanggan sebagai pusat dari setiap proses pengembangan, bisnis dapat membangun produk yang tidak hanya diminati, tetapi juga berdampak jangka panjang.
Buku ini mengajak pelaku bisnis di Indonesia untuk meninggalkan pola lama yang hanya berorientasi pada produk, dan beralih menuju pendekatan berbasis pengalaman pengguna (user experience).
“Inovasi sejati lahir dari pemahaman terhadap manusia, bukan dari teknologi semata,” pungkas Istian.
Melalui penelitian ini, Istian Kriya Almanfaluti menegaskan bahwa keberhasilan bisnis di era digital tidak ditentukan oleh seberapa cepat perusahaan berinovasi, tetapi seberapa dalam mereka memahami manusia yang akan menggunakan inovasi tersebut.
Sumber: Buku “Design Thinking for Business”
Penulis: Indah Nurul Ainiyah










