UMKM dan Digitalisasi: Peluang Atau Ancaman?

Bisnisdigital.umsida.ac.id – Perkembangan teknologi digital telah menciptakan ekosistem baru dalam dunia usaha. Di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang selama ini dikenal sebagai tulang punggung ekonomi nasional, mulai diarahkan untuk memanfaatkan platform digital demi memperluas jangkauan pasar, efisiensi operasional, hingga transformasi model bisnis.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023, sekitar 22 juta pelaku UMKM sudah terdigitalisasi-angka yang mencerminkan kemajuan pesat dibanding beberapa tahun sebelumnya.

Namun, ini masih hanya mencakup sekitar 34% dari total UMKM di Indonesia.

Sumber: Pexels

Pemerintah melalui program seperti UMKM Go Digital, Gerakan Nasional Literasi Digital, hingga kemitraan dengan platform seperti Tokopedia dan Shopee, mendorong akselerasi digitalisasi ini.

Digitalisasi membawa sederet peluang nyata: transaksi daring yang efisien, akses pasar nasional hingga global, promosi yang hemat biaya melalui media sosial, dan analitik penjualan yang semakin presisi.

Namun di balik peluang ini, muncul pula tantangan baru yang patut diperhatikan secara serius.

Baca juga: Waspadai Jebakan Dividen: Saat Imbal Hasil Tinggi Justru Jadi Bumerang bagi Investor Saham.

Siapa yang Menjadi Korban Kesenjangan?

Kesenjangan digital (digital divide) menjadi permasalahan struktural dalam proses transformasi digital UMKM.

Masalah ini tidak hanya soal akses teknologi, tetapi juga menyangkut literasi digital, kesiapan infrastruktur, dan ketimpangan antara pelaku usaha di perkotaan dengan pedesaan.

Sumber: Pexels

UMKM di kota-kota besar relatif lebih mudah beradaptasi dengan digitalisasi.

Mereka memiliki akses terhadap internet cepat, perangkat pendukung, sumber daya manusia yang melek digital, hingga jejaring pendampingan usaha.

Sebaliknya, UMKM di daerah tertinggal seringkali kesulitan bahkan dalam hal paling dasar seperti koneksi internet yang stabil.

Teori Difusi Inovasi oleh Everett Rogers (2003) menjelaskan bahwa adopsi teknologi mengikuti pola tertentu mulai dari inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan mereka yang tertinggal.

Banyak UMKM di Indonesia masih masuk kategori mayoritas akhir atau bahkan belum mengadopsi sama sekali, terutama yang berada di luar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Lebih dari itu, digitalisasi kadang tidak disertai pemahaman menyeluruh. Banyak pelaku UMKM yang sekadar mengikuti tren tanpa strategi jangka panjang.

Akibatnya, mereka rentan terhadap tekanan pasar digital yang kompetitif, algoritma e-commerce yang berubah-ubah, hingga ketergantungan pada platform tertentu tanpa kontrol penuh atas data dan konsumen mereka sendiri.

Lihat juga: Strategi Pemasaran Digital: Peran Celebrity Endorsement dan E-WOM dalam Keputusan Pembelian Konsumen

Digitalisasi yang Adil dan Berkelanjutan untuk UMKM

Untuk mewujudkan transformasi digital UMKM yang inklusif dan berkeadilan, perlu pendekatan multidimensi mulai dari infrastruktur, pelatihan berkelanjutan, serta perlindungan terhadap hak dan data pelaku usaha kecil.

Peran pemerintah daerah, universitas, hingga lembaga inkubasi sangat krusial dalam menjembatani kesenjangan literasi digital dan akses.

Pendidikan digital juga harus menyentuh aspek manajemen resiko, seperti keamanan siber, strategi pemasaran digital, dan pemanfaatan big data.

Tidak kalah penting adalah mendorong kemandirian digital UMKM yakni kemampuan membangun identitas digital tanpa bergantung sepenuhnya pada platform besar.

Kolaborasi antara sektor publik dan swasta pun perlu diarahkan pada pembangunan ekosistem digital yang adil.

Tidak cukup sekadar memberi akses toko daring, pelaku UMKM juga perlu mendapat perlindungan hukum, akses pendanaan digital (fintech lending yang etis), serta edukasi terkait manajemen usaha berbasis data.

Transformasi digital adalah keniscayaan. Namun, keberhasilannya tidak dapat hanya diukur dari jumlah akun e-commerce yang dibuat atau iklan Instagram yang dipasang.

Ukuran sebenarnya adalah ketika digitalisasi benar-benar mampu menciptakan perubahan struktural yang mengangkat kesejahteraan UMKM secara menyeluruh, tanpa meninggalkan yang tertinggal.

Dalam menghadapi masa depan yang semakin digital, peran pendidikan tinggi juga menjadi sangat penting.

Program studi seperti Bisnis Digital harus mampu menjembatani teori dan praktik, menghasilkan lulusan yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga peka terhadap dinamika sosial-ekonomi masyarakat.

Penulis : Ahmad Ananta Raja Aditiya

Penyunting: Indah Nurul Ainiyah