E-Commerce dan Perang Harga: Merugikan UMKM atau Menjadi Kesempatan?

Bisnisdigital.umsida.ac.id – Di era digital saat ini, e-commerce telah menjadi salah satu sektor yang berkembang pesat, dengan banyak platform seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop bersaing untuk merebut hati konsumen. Namun, dibalik pesatnya pertumbuhan tersebut, ada fenomena perang harga yang tak sehat antar marketplace yang memicu ketidakadilan, terutama bagi para pelaku UMKM.

Persaingan harga yang semakin sengit, meski menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, justru berisiko merugikan pelaku usaha kecil dan menciptakan ketergantungan yang membahayakan keberlangsungan usaha mereka.

Perang Harga E-Commerce: Keuntungan Konsumen, Kerugian UMKM

Persaingan harga yang ketat antar marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop dapat memberikan harga yang lebih murah bagi konsumen, tetapi dampaknya jauh lebih besar bagi para pelaku UMKM.

Sumber: Pexels

Banyak UMKM yang terjebak dalam persaingan harga ini, dimana mereka terpaksa menurunkan harga jual agar tetap bisa bersaing di platform-platform besar tersebut.

Hal ini sering kali membuat mereka tidak bisa menutupi biaya operasional dan mengurangi margin keuntungan mereka.

Dalam jangka panjang, strategi perang harga yang terus-menerus akan mengancam keberlangsungan UMKM, yang sudah bergantung pada volume penjualan untuk bertahan.

Sementara itu, marketplace besar yang didukung oleh investor kuat dan teknologi canggih, mampu bertahan dengan margin kecil, bahkan kerugian, karena mereka mendapatkan keuntungan dari skala besar dan data konsumen yang sangat berharga.

Hal ini menimbulkan ketimpangan yang sangat besar dalam persaingan antara UMKM dengan raksasa e-commerce.

Selain itu, ketergantungan UMKM terhadap marketplace besar juga semakin menguat.

Para pelaku UMKM kini lebih sering bergantung pada platform untuk mendistribusikan produk mereka, mengingat jangkauan pasar yang lebih luas dan kemudahan akses.

Namun, ketergantungan ini justru membuat UMKM semakin rentan, karena mereka harus mengikuti kebijakan harga yang ditentukan oleh platform, yang sering kali tidak menguntungkan bagi mereka.

Baca juga: Budaya Hustle yang Melelahkan Apakah Startup Masih Jadi Tempat Kerja Impian

Platform Capitalism: Siapa yang Menang di Balik Layar?

Fenomena perang harga di e-commerce tidak terlepas dari konsep platform capitalism, dimana platform besar menjadi pihak yang paling diuntungkan.

Dalam konsep ini, marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop berperan sebagai perantara antara konsumen dan produsen, namun mereka memperoleh keuntungan dari komisi penjualan, iklan, dan pengumpulan data konsumen.

Sumber: Pexels

Meskipun mereka tidak memproduksi barang, mereka memiliki kontrol penuh atas pasar.

Dengan model bisnis seperti ini, platform besar memiliki kekuatan untuk mendikte kebijakan harga dan mengendalikan transaksi.

Bahkan, platform besar ini sering kali memanfaatkan data transaksi untuk mengoptimalkan strategi pemasaran mereka dan meningkatkan profit.

Sementara para penjual, terutama UMKM, hanya menjadi bagian dari sistem yang lebih besar dan sering kali tidak bisa menghindari tekanan harga yang terlalu rendah.

Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan yang semakin besar. Platform-platform ini menjadi semakin dominan, sementara para pelaku UMKM harus berjuang untuk bertahan dengan harga yang semakin rendah.

Tanpa adanya kontrol yang lebih ketat, platform capitalism ini bisa semakin mengekang UMKM dan menciptakan ketergantungan yang berbahaya bagi keberlangsungan usaha kecil dan menengah.

Lihat juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial

Regulasi Persaingan Usaha: Perlunya Pengawasan yang Lebih Ketat

Melihat dampak negatif dari perang harga yang tak sehat ini, pemerintah melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengeluarkan beberapa peraturan untuk menjaga persaingan usaha yang sehat.

KPPU bertugas mengawasi agar tidak terjadi praktik monopoli atau persaingan yang merugikan pelaku usaha lainnya, termasuk UMKM.

Namun, dalam prakteknya, pengawasan terhadap e-commerce masih terbilang lemah, dan banyak platform besar yang memanfaatkan celah hukum untuk mendominasi pasar.

Sementara itu, peraturan yang ada saat ini belum cukup mengakomodasi perubahan pesat dalam industri e-commerce, khususnya terkait dengan strategi harga yang sering kali merugikan UMKM.

Dibutuhkan kebijakan yang lebih adaptif dan konkret untuk mengatur perilaku marketplace dalam hal perang harga, sehingga UMKM dapat tetap bersaing secara adil dan tidak terjebak dalam persaingan yang merugikan mereka.

Sebagai contoh, KPPU bisa lebih menekankan pada transparansi harga dan mendesak platform untuk menetapkan harga yang lebih adil, serta melindungi margin keuntungan para pelaku UMKM.

Selain itu, regulasi terkait pengumpulan data dan penggunaan algoritma dalam menentukan harga juga perlu diperketat agar tidak ada pihak yang mendapatkan keuntungan lebih besar dengan cara yang tidak adil.

E-commerce dan persaingan harga memang menawarkan keuntungan bagi konsumen, namun apabila tidak dikelola dengan bijak, bisa merugikan pihak-pihak tertentu, terutama UMKM yang kini semakin bergantung pada platform besar.

Perang harga yang tidak sehat bukan hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga berisiko menciptakan ketergantungan yang merugikan bagi pelaku usaha kecil.

Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang lebih tegas dan pengawasan yang ketat dari pemerintah untuk memastikan bahwa persaingan usaha di dunia digital berjalan secara adil dan tidak merugikan pihak manapun.

Penulis: Indah Nurul Ainiyah